Sabtu, 04 Juli 2009

War Isue...!!!

PEMIKIRAN PERANG :AS VS ISLAMIST

Dalam kebijakan luar negerinya, AS kini sedang memberikan perhatian khusus pada negeri-negeri muslim. Meskipun Rusia dan Cina dipandang sebagai ancaman nyata ideologi komunis yang dianutnya merupakan sumber permusuhan (hostility) yang laten bagi negara-negara penganut ideologi kapitalis, seperti AS, dan kedua negara tersebut mempunyai kemampuan (capability), khususnya bidang militer, yang nyata, tetapi setelah runtuhnya Uni Soviet, ideologi komunis ini cenderung ditinggalkan, seperti ditunjukkan dengan beralihnya beberapa negara-negara eks-Uni Soviet, seperti Georgia dan Ukraina, ke blok Barat. Sebaliknya di negeri-negeri muslim, meskipun negara-negaranya tidak mempunyai kemampuan yang nyata, bahkan lebih banyak tergantung pada Barat, tetapi rakyatnya cenderung menunjukkan permusuhan yang semakin meningkat. Sebagian dari mereka menunjukkan permusuhan ini dalam bentuk penyerangan terhadap kepentingan-kepentingan AS. Peristiwa 9/11 merupakan penyerangan spektakular yang mendorong untuk memikirkan tentang permusuhan tersebut, sehingga pertanyaan Presiden AS, George W. Bush, “why do they hate us so much?” (mengapa mereka sangat membenci kita?) banyak dibincangkan. Respon AS terhadap serangan ini adalah deklarasi “war on terror” (perang melawan teror) dengan kegiatan utamanya peningkatan kerjasama keamanan antar negara, serta penyerangan ke Iraq dan Afganistan guna memburu dan menghilangkan kemampuan para pelaku penyerangan (perpetrator). Selain hanya sebagai propaganda dan kepentingan terselubung lain, aksi-aksi militer AS dalam perang melawan teror sebenarnya kecil sekali pengaruhnya dalam menghilangkan kemampuan perpetrator. Ini karena arsenal yang dimiliki perpetrator ini sangat minim atau mereka menggunakan sebagai arsenal, bahan-bahan yang secara umum dapat diperoleh. Oleh karena itu, walaupun tidak nampak, “war on terror” sebenarnya lebih pada “war on ideas” (perang pemikiran), yaitu usaha untuk mendapatkan “heart and mind” (hati dan pikiran) masyarakat muslim guna menghilangkan sumber permusuhan terhadap AS.
Di lain pihak, para Islamist terus menyebarkan dalam masyarakat muslim pemahaman Islam ideologis, yaitu pemahaman Islam sebagai ideologi yang harus diterapkan oleh negara. Dianutnya Islam ideologis ini, seperti dianutnya ideologi komunis, merupakan sumber permusuhan dan ancaman laten bagi penganut ideologi kapitalis. Perang pemikiran, yaitu perebutan hati dan pikiran masyarakat, oleh AS dan Islamist akan menjadi faktor utama dinamika politik di negeri-negeri muslim.

Dua objektif kebijakan luar negeri AS yang tetap adalah untuk mewujudkan keamanan nasional dan mendukung kemakmuran domestik. Dalam konteks kebijakan luar negeri, keamanan nasional meliputi pencegahan serangan terhadap wilayah AS, maupun terhadap kepentingan-kepentingannya di negara lain. Aspek-aspek yang menyangkut keamanan nasional adalah sumber permusuhan (hostility), kemampuan (capabilties) musuh, dan tekad (willingness) untuk menggunakan kemampuannya tersebut. Sedangkan, penentu kemakmuran domestik adalah berjalannya perekonomian, yaitu berjalannya proses produksi dan terbukanya pasar. Aspek-aspek penentu berjalannya proses produksi adalah ketersediaan bahan mentah, energi, dan tenaga kerja. Berdasarkan pandangan ini, strategi kebijakan luar negeri AS dirancang guna menghilangkan sumber permusuhan, kemampuan musuh, dan tekad untuk menggunakan kemampuanya tersebut, serta menjamin bagi AS ketersediaan bahan mentah, energi, tenaga kerja, dan terbukanya pasar.

Terkait dengan kemakmuran domestik, AS memiliki kepentingan yang sangat besar di negeri-negeri muslim. Selain sebagai sumber energi utama bagi AS, minyak saat ini merupakan sumber energi utama bagi peradaban. Sedangkan, cadangan minyak terbesar terdapat di wilayah Timur Tengah. Oleh karena itu, penguasaan wilayah ini merupakan hal yang penting bagi kemakmuran domestik, bahkan secara tidak langsung untuk menguasai peradaban. Mengenai pasar, baik pasar tenaga kerja maupun pasar bagi produk-produk AS, negeri-negeri muslim merupakan pasar yang sangat besar. Negeri-negeri ini memiliki jumlah penduduk yang besar dan sedang membangun.

AS juga memiliki kepentingan yang besar yang terkait dengan keamanan nasionalnya di negeri-negeri muslim. Selain terdapat kepentingan ekonomi yang sangat besar, negeri-negeri muslim, khususnya di Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara, juga berpotensi untuk digunakan dalam membatasi ruang gerak (containing) Rusia dan Cina. Sedangkan, Pakistan, yang mempunyai senjata nuklir, merupakan suatu kepentingan keamanan nasional tersendiri.

Permasalahan utama bagi keamanan nasional AS saat ini adalah potensi munculnya pemerintahan yang tidak kooperatif di negeri-negeri muslim. Pemerintahan di negeri-negeri muslim umumnya kooperatif dalam melindungi kepentingan nasional AS di wilayahnya, hanya saja, saat ini, semakin banyak elemen masyarakat menunjukkan permusuhan terhadap AS, baik dengan penyerangan fisik atas kepentingan-kepentingan AS maupun dengan seruan-seruan permusuhan. Meningkatnya permusuhan rakyat terhadap AS menyebabkan pemerintah yang kooperatif dengan AS menjadi semakin redah kredibilitas di mata rakyatnya sendiri, sehingga peluang pemerintahan tersebut runtuh semakin besar. Runtuhnya pemerintah yang kooperatif tersebut merupakan awal bencana bagi AS, yaitu tegaknya pemerintah yang tidak kooperatif, pemerintah yang akan memboikot kepentingan atau bahkan melancarkan perang terhadap AS.

Satu di antara sebab-sebab meningkatnya permusuhan rakyat di negeri-negeri muslim terhadap AS adalah pandangan bahwa AS hipokrit. Ketika suatu negara tidak kooperatif, AS membeberkan dan mempermasalahkan pelanggaran-pelanggaran di negara tersebut, misalnya, pelanggaran hak asasi manusia, tetapi pada waktu yang sama, jika suatu negara kooperatif, AS tidak peduli dengan pelanggaran-pelanggaran yang sama di negara yang kooperatif tersebut. Sebagai contoh, karena dianggap kurang kooperatif, AS membeberkan dan mempermasalahkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Sudan dan Afghanistan pada masa Thaliban, tetapi karena dianggap kooperatif, AS tidak peduli atas pelanggaran-pelanggaran yang sama yang terjadi di Arab Saudi, Mesir, Israel, dan Uzbekistan, bahkan untuk Mesir dan Israel, AS memberikan dana sebesar $5 milyar/tahun, dan untuk Uzbekistan, AS memberikan dana sebesar $200 juta untuk tahun 2002 saja.

Untuk menghilangkan pandangan hipokrit terhadapnya, AS harus memisahkan diri dari pemerintahan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. AS harus tidak menunjukkan dukungan terhadap pemerintahan yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Sebaliknya, AS harus menentang pemerintahan tersebut bahkan membatu rakyat untuk menggantinya. Hanya saja, dalam penggantian pemerintahan ini, harus dipastikan bahwa pemerintahan yang baru akan kooperatif dengan AS.

AS dapat mempengaruhi terpilihnya pemerintahan baru yang kooperatif, jika masyarakat menerima pandangan hidup sekularisme dan konsep demokrasi. Jika masyarakat mengadopsi pandangan hidup sekularisme dan konsep demokrasi, maka pemerintahan dan aturan-aturan yang dilaksanakannya akan ditentukan oleh opini publik. Padahal dengan keahlian yang dominan yang dimilikinya dalam bidang media massa, “pakar” (self declared experts), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didukungnya, AS sangat kuat dalam mempengaruhi opini publik, baik yang terkait dengan calon penguasa maupun berbagai isu, sehingga munculnya pemerintahan yang kooperatif lebih terjamin.

Dalam usaha menanamkan pandangan hidup sekularisme dan konsep demokrasi dalam masyarakat muslim, AS menghadapi tantangan serius dari para Islamist. Masyarakat muslim umumnya merupakan masyarakat konservatif, yang masih cukup kuat memegang nilai-nilai Islam. Sebagai contoh, masyarakat muslim akan sulit melimpahkan kepemimpinan pemerintahan pada wanita atau non-muslim. Begitu pula, masyarakat muslim tidak terbiasa dengan konsep demokrasi, mereka selama ini lebih banyak hidup di bawah pemerintahan yang diktator. Oleh karena itu, AS terus berusaha untuk menanamkan pandangan hidup sekular dan konsep demokrasi dalam masyarakat muslim. Hanya saja, dalam usahanya ini, AS mendapat tantangan dari para Islamist, yaitu para pengemban Islam ideologis. Pemahaman Islam ideologis adalah pemahaman Islam sebagai ideologi yang harus diterapkan oleh negara. Berdasarkan pemahaman ini, seluruh hukum harus mengacu pada al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga setiap isu harus diselesaikan berdasarkan argumentasi syar’i, bukan berdasarkan opini publik. Menyebarnya pemahaman Islam ideologis ini dikhawatirkan oleh AS akan memunculkan negara dengan ideologi Islam. Jika suatu negara mengadopsi Islam sebagai ideologinya, maka kebijakannya akan sulit dipengaruhi, bahkan negara tersebut mungkin akan berada pada posisi yang tidak kooperatif atau malahan bermusuhan dengan AS. Ini sangat berbahaya bagi AS, khususnya bila terjadi di negeri-negeri yang terdapat kepentingan vital AS, seperti di Timur Tengah. Di samping itu, menyebarnya pemahaman Islam ideologis ini juga mungkin merupakan penyebab lain meningkatnya permusuhan terhadap AS.
AS telah memahami secara jelas bahwa ia sedang melawan para Islamist dalam perang pemikiran. Pada tahun 2002, Sekertaris Menteri Pertahanan AS, Paul Wolfowitz, mengatakan: “Today, we are fighting a war on terror—a war that we will win. The larger war we face is the war of ideas—a challenge to be sure, but one that we must also win”(1) [Saat ini, kita sedang bertempur dalam perang melawan teror—perang yang kita akan menangkan. Perang yang lebih besar yang kita hadapi adalah perang pemikiran—jelas suatu tantangan, tetapi sesuatu yang kita harus menangkan juga]. Pada tahun 2004, Penasehat Keamanan Nasional, Condoleezza Rice, mengatakan: “True victory will come not merely when the terrorists are defeated by force, but when the ideology of death and hatred is overcome”(2) [Kemenangan sebenarnya tidak akan muncul hanya karena teroris dikalahkan dengan kekerasan, tetapi karena ideologi kematian dan kebencian dikalahkan]. AS meyakini akan dapat mengalahkan perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh sebagian Islamist. Ini karena kekuatan militer AS jauh lebih besar dibanding kekuatan para Islamist. Selain itu, AS juga menyadari bahwa kekuatan ideologi Islam yang diemban para Islamist tidak akan mudah ditaklukkan; ideologi Islam secara alami lebih mudah menarik hati dan pikiran masyarakat muslim.

Memahami perang pemikiran yang sedang dijalani dan musuh yang sedang dihadapi, AS telah membuat strategi untuk memenangkannya, strategi yang dinamai “Muslim World Outreach”. Beberapa butir utama yang dapat dipahami dari strategi Muslim World Outreach (MWO) ini adalah:
Sekularisme dan demokrasi merupakan kriteria pengelompokan muslim. MWO mempunyai sasaran untuk memperkuat kelompok moderat.(3) Ini menunjukkan bahwa AS mengelompokkan muslim setidaknya ke dalam dua kelompok, yaitu moderat dan tidak moderat (radikal atau Islamist). Mempertimbangkan kepentingan kebijakkan luar negeri AS, kriteria utama untuk pengelompokan muslim ini adalah kesesuaian pemahamannya dengan sudut pandang sekularisme dan konsep demokrasi.
Kelompok moderat didorong dan dibantu untuk melakukan kampanye untuk mendiskreditkan kelompok radikal. Paul Wolfowitz mengatakan: “[T]his fight must be fought most emphatically in the Muslim world itself, and by Muslims” [perang ini harus dijalankan utamanya di negeri-negeri muslim itu sendiri, dan oleh muslim]. Selanjutnya, ia mengatakan: “It would be a mistake to think we could be the ones to lead the way, but we must do what we can to encourage the moderate Muslim voices that can. This is a debate about Muslim values that must take place among Muslims”(1) [suatu kesalahan untuk berpikir bahwa kita dapat menjadi orang yang memimpin dalam hal ini, tetapi kita harus melakukan apa yang dapat kita lakukan untuk mendorong seruan-seruan muslim moderat. Ini adalah debat tentang nilai-nilai muslim yang harus dilakukan di antara muslim]. Kelompok moderat didorong untuk memperbanyak hasil kajian yang menunjukkan kesesuaian Islam dengan sekularisme, demokrasi, dan ide-ide turunannya,(3) seperti konsep “Teologi Negara Sekular”, yaitu opini perlunya negara sekular dengan kosa kata dan simbol-simbol yang digali dari teks dan tradisi Islam, yang diusulkan Denny JA dalam kelompok diskusi (milis) Islam Liberal.(5) Kemudian, Zeyno Baran, analis dari the Nixon Center yang juga penasehat strategi MWO ini, menyarankan: "You provide money and help create the political space for moderate Muslims to organize, publish, broadcast, and translate their work"(3) [anda sediakan dana dan bantu membuat ruang politik bagi muslim moderat untuk mengorganisasi, mencetak, menyebarkan, dan menterjemahkan hasil kerja mereka]. Aktor-aktor AS dalam perang pemikiran ini umumnya berasal dari U.S. Agency for International Development (USAID).(3) USAID telah menyalurkan dana untuk mensponsori beberapa program yang terkait dengan MWO ini, di antaranya program pengembangan mata pelajaran kewarganegaraan yang dilaksanakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; program penelaahan fiqih Islam yang bertujuan untuk menunjukkan kesesuaiannya dengan demokrasi dan hak asasi manusia, yang dilaksanakan oleh Institut Paramadina; program pertukaran pelajar dan cendikiawan muslim yang dilaksanakan oleh International Center for Islam and Pluralism; program radio “Islam dan Toleransi” yang disiarkan oleh 40 stasiun radio di 40 kota, dan berdasarkan program ini, ditulis setengah-halaman artikel di lebih dari 100 surat kabar per minggu di seluruh Indonesia, yang dilaksanakan oleh Jaringan Islam Liberal; pendirian pusat konseling untuk masalah kekerasan domestik dan pusat advokasi bagi wanita, yang dilaksanakan oleh Fatayat, korps wanita Nahdlatul Ulama; dsb.(4)
Indonesia merupakan target pertama dari strategi MWO. Pada bulan Februari, Global Information and Influence Team yang dibentuk oleh the CIA's Office of Transnational Issues menyelenggarakan konferensi diplomasi publik yang memfokuskan pada pembahasan strategi untuk mempengaruhi enam negara, termasuk di antaranya Indonesia.(3) Seorang pejabat AS mengatakan bahwa perubahan Islam akan dimulai dari luar dunia Arab.(3) Indonesia sebagai target pertama dari strategi MWO dapat dipahami karena selain paling moderat (sekular) dan paling banyak jumlahnya, muslim Indonesia sangat lemah dalam mengakses khazanah Islam (hambatan bahasa), sehingga interpretasi Islam sangat tergantung pada ulama dan media.
Media massa merupakan alat yang penting dalam strategi MWO. Dengan target para pemirsa Arab, AS telah membangun pada tahun 2002, Radio Sawa, stasiun radio yang menyiarkan musik pop dan berita, dan pada tahun 2004, al-Hurra, TV satelit yang menyiarkan berita. Seperti yang telah disebutkan, AS mendanai JIL untuk menjalankan program “Islam dan Toleransi” yang disiarkan di 40 stasiun radio di 40 kota. Di samping itu, banyak program yang tidak secara eksplisit terkait dengan tema Islam, seperti program hiburan, program anak-anak, dsb., digunakan untuk menyisipkan pesan-pesan, seperti pluralisme, demokrasi, dsb.

Sedangkan, para Islamist untuk memenangkan perang pemikiran ini akan menjalankan strategi sebagai berikut:
Persaudaraan di antara muslim terus dikokohkan. Kunci keberhasilan strategi MWO sangat ditentukan oleh kemampuan AS memecah muslim ke dalam kelompok moderat dan kelompok radikal. Untuk mencegah pengelompokan ini, para Islamist harus meningkatkan interaksi di antara muslim, khususnya di antara organisasi-organisasi Islam.
Perang pemikiran diseret ke dalam tataran keimanan. Pemahaman bahwa penerapan aturan-aturan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara merupakan konsekuensi langsung dari keimanan terhadap aqidah Islam akan terus diserukan. Demonstrasi dan kerusuhan yang dipicu oleh pemberitaan Newsweek tentang pelecehan al-Qur’an baru-baru ini menunjukkan bahwa isu keimanan adalah isu yang sangat sensitif bagi muslim. Dengan menyeret perang pemikiran pada tataran keimanan, isu-isu yang digulirkan akan mendapat perhatian besar dari kaum muslim.
Perang pemikiran difokuskan pada isu-isu dalam sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem pemerintahan. Ketika ditegakkan, negara Islam akan menerapkan sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem pemerintahan yang sangat berbeda dengan sistem yang ada sekarang ini. Di samping itu, ketiga sistem ini sangat erat terkait dengan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu dipahamkan tentang ketiga sistem ini, sehingga ketika sistem ini diterapkan, masyarakat secara sadar memberikan dukungannya. Pembahasan isu di luar isu dari ketiga sistem ini, seperti isu ibadah, ditekankan pada proses penggalian hukumnya, yaitu pembahasa usul fiqih. Ini dimaksudkan agar cara berpikir Islami masyarakat meningkat, sehingga ketika mendiskusikan suatu isu, khususnya isu-isu yang terkait dengan sistem sosial, ekonomi, dan pemerintahan, masyarakat akan berargumentasi dalam batas-batas syar’i. Seandainya, isu di luar isu-isu yang terkait dengan ketiga sistem tadi muncul secara kontroversial, seperti sholat dengan dua bahasa, atau wanita menjadi imam sholat Jum’at, maka selain tentang usul fiqih, pembahasannya juga ditarik kepada bagaimana pemerintahan Islam akan menyelesaikan isu tersebut.
Sarana penyebaran ide-ide dilakukan utamanya melalui jaringan kelompok diskusi. Berbeda dengan AS yang mengutamakan media massa, para Islamist dalam menyebarkan idenya akan mengutamakan pada diskusi dari rumah ke rumah, dari masjid ke masjid, dan dari kampus ke kampus, serta mendorong peserta diskusi untuk membuat diskusi yang sama. Kemudian, dalam diskusinya, para Islamist akan mengambil opini yang muncul di media massa sebagai contoh dalam diskusinya, dan kemudian menunjukkan kesalahan atau ketidakislamian opini tersebut.

Demikianlah, politik di negeri-negeri muslim, khususnya Indonesia, ke depan ini akan kental diwarnai oleh pertarungan pemikiran antara AS dan Islamist. Siapa yang akan jadi pemenang dalam pertarungan untuk memperebutkan hati dan pikiran muslim ini akan sangat ditentukan oleh keahlian masing-masing pihak merealisasikan strateginya.








Pustaka

"Bridging the Dangerous Gap between the West and the Muslim World", Remarks Prepared for Delivery by Deputy Secretary Paul Wolfowitz at the World Affairs Council , Monterey, CA, Friday, May 3, 2002.
http://www.defense.gov/speeches/2002/s20020503-depsecdef.html
“Rice: U.S. using Cold War techniques in war on terror Waging a war of ideas with radical Islam”, Thursday, August 19, 2004 Posted: 4:13 PM EDT (2013 GMT).
http://www.cnn.com/2004/ALLPOLITICS/08/19/rice-muslims/
“Hearts, Minds, and Dollars. In an Unseen Front in the War on Terrorism, America is Spending Millions...To Change the Very Face of Islam”, By David E. Kaplan.
http://www.usnews.com/usnews/news/articles/050425/25roots.htm
“Muslim World Outreach and Engaging Muslim Civil Society”, USAID 2004 Summer Seminars.
http://www.usaid.gov/policy/cdie/notes10.html
“Teologi Negara Sekular: Substansi dan Metodologi”.
http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=165

Tidak ada komentar:

Posting Komentar